Pria itu bersiul memanggil kudanya. Seekor kuda putih berlari mengejar pria itu. Mereka terus berlari sampai sang pria menaiki kudanya.
“Aku merasa pernah melihat kuda itu, tapi milik siapa?” tanya seorang warga dari negara air.
Fotia sedang di kamar, menyisir rambutnya. Tiba-tiba seseorang pria mendobrak pintunya dan masuk. Fotia akan berteriak namun mulutnya ditutup.
“Tenanglah, kamu mengenalku.” Dia adalah pria yang berlari tadi. Entah bagaimana caranya bisa mencapai istana api.
Dia membersihkan dedaunan di wajahnya dan Fotia terlihat kaget. “Kenapa kamu ada di sini?”
“Aku ingin berlindung sebentar. Di mana ayahmu?”
“Ayahku meninggal, dibunuh Doulos. Sekarang dia mengangkat dirinya sendiri sebagai raja.” Fotia terlihat sangat marah.
“Aku turut berduka cita. Di mana dia?”
“Benteng,” jawab Fotia singkat.
“Apa yang dia lakukan di sana?”
“Perang dengan negara air.”
Pria itu melihat sesuatu di atas meja Fotia. “Punya siapa itu?” tunjuknya kepada sebuah topeng mata biru.
“Dulu itu punyaku, sekarang tidak terpakai.”
Tanpa menanyakan alasannya, pria itu bertanya, “Apakah aku boleh memintanya?” Fotia memberikannya.
“Terima kasih. Sekarang aku akan membantu negara air dan membalaskan dendammu terhadap Doulos.”
“Seharusnya memang begitu. Pulanglah!”