Tidak sama dengan apa yang dia saksikan dalam mimpinya. Benar-benar sisi lain yang terbuka. Hanya bisa bingung tentang keberadaan dan kegunaan pintu di sana. Masuk keluar pintu itu pun tidak memberi perubahan apa-apa.
Seharusnya bukti jelas sudah terpampang nyata. Papan penanda keajaiban pintu itu tidak ada. Pintu itu tidak lain kecuali barang asing yang tertinggal di tengah hutan.
Tetap saja, sang manusia masih keheranan. Hanya ada pintu di sana dan letaknya di tengah hutan. “Tidak seharusnya di sini.” Dia mengucapkan kalimat yang sama seperti dalam mimpinya.
Andai itu memang bagian dari sebuah bangunan, setidaknya ada tanda-tanda keberadaan atau reruntuhan dinding di dekatnya. Hanya ada satu barang. Meja kayu. Persis seperti mimpinya. Dia hampir saja tidak melihatnya. Titik buta terjadi tatkala dia membuka pintu itu separuh saja.
Akan tetapi, benda di atasnya tidak ada. Tatkala dia menyentuhnya, sama lapuknya dengan pintu. Seakan-akan dia geser sedikit saja, meja itu akan hancur dan tidak lagi berdiri sebagaimana semula.
Dia belum pernah menjelajah tempat itu, tapi dia merasakan rasa tidak asing yang begitu kuat. Layaknya sangat mengenal betul semua yang dia lihat. Padahal bisa saja itu hanyalah khayalannya. Sebuah tempat yang mungkin tidak pernah ada. Sebuah tempat yang hanya muncul di dalam mimpi saja.
Sang manusia tidak menyangka bahwa dia akan sungguh melihat tempat itu di dunia nyata. Padahal, dia hanya berkehendak untuk memenuhi hasrat penjelajahannya. Menuju sebuah hutan yang tidak jauh dari rumahnya.
Sepertinya, keinginan itu terpenuhi secukupnya. Memandang ke langit, matahari sudah tergelincir menuju terbenam. Dia memutuskan untuk kembali ke rumah dengan bergegas.