arrow_back

Cantaloupe

arrow_forward

Berbaring namun terjaga. Diam tanpa suara. Memandang langit-langit kamar serasa hampa.

Sang manusia belum dapat tertidur pasca kejadian yang baru saja menimpanya. Entah siapa yang menyangka bahwa segala pengalaman aneh itu hanyalah mimpi, tetapi dia menemukan kejanggalan yang sama di dunia nyata. Sebuah pintu putih, berada di tengah tempat yang didominasi oleh warna hijau, dengan sebuah meja di belakang pintu itu.

“Apa yang ingin disampaikan melalui mimpi-mimpi ini?” Dia bertanya-tanya.

“Pesan tiga dunia.” Dia pula yang menjawabnya.

Karangan pertama yang tercantum di dalam secarik kertas kini muncul dalam benaknya. Dia ingat kembali bahwa segalanya bermula dari tanda tanya. Ada awal, ada akhir bagi setiap makhluk. Arah melaju menjadi salah satu persoalan yang dikemukakan.

“Tugasku untuk menjawabnya, tetapi aku belum bisa.”

Maka sebuah pohon akan kembali akarnya. Engkau mencoba untuk memahami apa yang dikehendaki oleh kedua perantara keberadaan dirimu di dunia. Engkau ingin mengerti kebaikan seperti apa yang akan terjadi jika engkau menurut kehendak mereka setiap masa.

Simbol di akhir kalimat pertama belum berubah, engkau malah beralih menuju kepentingan pribadi. Engkau seolah merasa bukan menjadi makhluk yang dikasihi. Semua engkau anggap layaknya senda gurau belaka nan tiada berarti.

Jawabannya malah ingin dicari di tempat lain. Kejanggalan itu seakan hendak memberi bukti. Ada sebuah arti yang berkehendak untuk ditemukan. Ada jawaban yang perlu diperkenankan.

Dilema kembali muncul. Satu sisi, dia tidak ingin bertemu dengan kejadian itu lagi. Rasa campur aduk yang tak dapat dituangkan dengan kata-kata akan kembali dia alami. Sisi lain, dia ingin mendapatinya untuk kedua kali. Dia bersikeras untuk mencoba memahami.

Semua pikiran ini akhirnya memunculkan rasa kantuk pada diri. Kelopak mata kian beranjak untuk menutupi pandangan. Langit-langit kamar mulai menjadi kelam.

Komentar