arrow_back

Detektif Sekolahan

arrow_forward

Jee juga mendekat kemudian memotret Fuyumi yang nampaknya sudah tidak bernyawa itu. “Aku akan menyerahkannya kepada kepolisian.” Dia melihat hasil tangkapannya.

Aku melihat tangan kanan Fuyumi dalam keadaan menggenggam. Aku merogoh saku jubahku, mengambil sarung tangan.

Aku membuka tangannya, terdapat dua jenis kapsul yang berbeda dalam jumlah banyak. Aku meminta Hayate masuk kemudian mengambil koper dan membukanya di lantai.

Di dalam koper tersebut, terdapat jas Hayate yang terlihat mulai kumal akibat lipatannya kurang rapi, kipas bermotif sakura milik Fuyumi dan dua botol kapsul.

“Sitalopram dan Simetidin.” Kedua botol kapsul itu ditempeli stiker dengan nama jenisnya dan pembuatnya. Aku memanggil Firdaus untuk mencari apa gunanya obat ini, karena pembuatnya tidak menjelaskannya. Ini mencurigakan, terlebih lagi ada gambar bunga plum yang tertutupi salju.

“Pramugara, kami tidak memesan ini!” teriak Hayate berdiri di samping mangkuk yang terletak di atas meja. Aku dapat melihat bahwa itu adalah sup jamur, dan pada meja tersebut terdapat sendok yang nampaknya digunakan untuk menghirup kuahnya.

Andi datang dengan berjalan. “Ada apa?” tanyanya. Hayate menjawab dengan menunjuk mangkuk itu sementara aku berdiri.

“Anda tidak memesan itu? Kami bahkan tidak menyediakan makanan sejenis itu! Pelayanan mana yang ingin meracuni pelanggannya dengan jamur yang bahkan tidak dimasak dengan benar itu?”

“Tunggu, bukankah aku melihat kalian sempat singgah di restoran yang ini?” Jee menunjukkan salah satu foto hasil tangkapannya. Aku hanya melihatnya sebentar karena Firdaus menunjukkan hasil pencarian di ponselnya.

“Sitalopram gunanya mengobati depresi dan Simetidin gunanya untuk mengurangi asam lambung. Kedua obat ini seharusnya diminum sesuai dengan dosis dokter, karena ada kandungan yang berbahaya.”

“Apa itu?” tanyaku. “Sianida.”

Aku sempat ingin mempertanyakan tentang reaksi sianida kepada Firdaus, namun masalahnya sianida dapat bereaksi bahkan langsung apabila itu murni, tidak bercampur dengan bahan lain. Aku beralih bertanya kepada Hayate, “Apakah Fuyumi sering mengonsumsi obat ini?” dan dia hanya mengangguk.

“Restoran apa yang kalian bicarakan?” tanya Andi yang malah bergabung dengan perdebatan antara Jee dan Hayate. Jee kemudian menunjukkan foto itu kepadanya dan aku bisa melihatnya juga.

Andi cukup terkejut namun aku sangat. Aku kemudian memberitahukan Firdaus, “Itu restoran yang kita kunjungi Ahad tadi.”

“Astaga, restoran ini memang pembunuh dingin. Satu-satunya menu sup yang aman dikonsumsi di sana adalah sup daging sapi karena mereka mengerjakannya dengan serius.”

Firdaus terdiam sejenak, kemudian berucap “Syukurlah aku memesan itu.”

“Kalian perlu tahu, bahwa sup manusia yang disediakan di sana adalah benar-benar daging manusia. Mereka telah membunuh hampir semua anak kecil di Kota Dingin. Berjelajahlah ke kota itu, dan kamu tidak akan menemukan satupun makam untuk anak-anak itu. Anggapan mereka bahwa itu yang paling enak.”

“Aku mendengar kabar bahwa restoran itu kehabisan stok dan mulai mencampurkan dengan daging sapi.” Jee menambahkan.

Sekarang, aku kebingungan. Racun dari mana yang membunuh Fuyumi ini dan siapa yang melakukannya. Aku ingin menuduh bahwa pelaku ada di antara kami, namun semua berada dekat dan mendukung alibi.

Aku mulai mempertanyakan Hayate. Orang yang paling dekat dengan Fuyumi. Dia bersikeras bahwa dia tidak melakukannya. “Aku bahkan di kamar ini hanya sebentar, untuk menumpang ganti baju dan itupun diusir oleh Nona.”

Tiba-tiba Jee berucap, “Astaga, kenapa foto ini masih ada di kameraku?” Ternyata Jee yang diam begitu lama, sibuk menjelajahi hasil tangkapannya. Aku penasaran dengan foto itu namun Jee melarang.

“Ini dia ‘kan?” tanya Jee kepada Hayate. Hayate cukup marah dan bertanya balik, “Dari mana kamu bisa mendapatkan foto ini?”

“Bukankah dulunya dia pernah menjadi model majalah dewasa?” Itu menjelaskan kenapa aku belum boleh melihatnya.

“Ya, dan beliau sangat kecewa dengan apa yang didapatkan.”

Hayate kemudian menceritakan sedikit tentang Fuyumi. Inti ceritanya adalah setelah Fuyumi bekerja sebagai model itu, dia malah mendapat berbagai kecaman. “Dia bahkan trauma difoto dan menyuruhku untuk mengancam siapapun yang memotretnya.”

“Akhir-akhir ini dia sering stres dan mengobatinya dengan banyak makan. Itu sepertinya belum manjur sehingga dia membeli obat secara daring dan mengonsumsinya.”

Sekarang, semuanya sudah jelas. Aku dan Firdaus menyimpulkan bahwa Fuyumi bunuh diri. Masa lalunya yang kejam membuat akalnya sedikit tidak sehat ketika dia dihadapkan dengan rasa sakit.

Beberapa perawat terlihat mendekati kereta. Mereka memasukkan jenazah Fuyumi ke dalam kantong kemudian membawanya ke lorong. Aku yakin mereka membawanya dalam ambulans sebagaimana pengalaman kami sebelumnya.

Komentar