arrow_back

Hati Yang Terbelah

arrow_forward

Ketukan terdengar di pintu dari depan sebuah ruangan. Pria yang berada di dalm ruangan itu merapikan kertas-kertas yang dia sedang kerjakan sebelum berucap, “Masuklah.”

“Selamat pagi, Pak Kombes.” Itu adalah Rian yang menemui Kombespol Riyadi di ruangannya. Dia memasuki tempat itu dengan sopan.

“Tutup pintunya dan duduklah.” Riyadi menunjuk kursi yang tersedia di depan mejanya. Rian mengangguk pelan dan menutup pintu kemudian duduk sebagaimana disuruh oleh atasannya.

“Ada apa, Rian?”

“Aku mendengar bahwa salah satu anggota kita, Mira mendapatkan mutasi. Apakah itu benar?”

Riyadi agak memiringkan kepalanya, terlihat bingung atas pertanyaan Rian. “Kamu tidak hadir kemarin?”

Rian menggeleng dan berkata, “Mohon maaf.”

“Ya, apa yang kamu dengar itu benar. Jadi, apa yang sebenarnya kamu mau bicarakan?”

“Apa yang membuatnya dimutasi?”

“Apakah kamu mau mendengarkan rinciannya?” Pertanyaan Riyadi dijawab Rian dengan anggukan yang kuat.

“Sebelumnya, kamu masih ingat kasus beberapa malam sebelumnya, saat tim kalian menangkap tiga orang terduga pengedar narkoba yang sedang melakukan transaksi?”

“Aku mendapatkan laporan dari Propam bahwa mereka menemukan kejanggalan dari kasus tersebut dan mendapatkan kemungkinan bahwa salah satu dari tiga orang yang ditangkap malam itu sama sekali tidak bersalah.”

“Kecurigaan mereka diawali oleh barang bukti yang tiba sebagai laporan dalam keadaan cacat. Jumlahnya pun seakan dimanipulasi dan tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.”

“Dugaan pun muncul. Barang bukti sengaja ditaruh, sehingga seolah-olah orang yang aku maksud ini turut serta dan melalukan tindakan perdagangan narkoba padahal tidak.”

“Laporan Propam sebenarnya sangat mengejutkanku. Mau tidak mau, atas dasar menjaga marwah tempat ini, aku harus turut serta dalam penyelidikan mereka dan menemukan bukti yang terlalu kuat untuk ditolak.”

Riyadi memutar monitor yang terletak di atas meja di depannya agar menghadapkannya ke arah Rian. “Mereka tidak mengetahui kalau rumah di dekat perbatasan itu baru-baru ini memasang kamera pengawas di depan rumah mereka dan berhasil menangkap semua kejadian itu.”

Riyadi menekan papan ketik dan sebuah video pun diputar, terlihat melalui monitor. “Dari video ini, aku juga mengetahui bahwa sebenarnya kamu agak terlambat datang ke TKP sehingga melewatkan beberapa hal. Lihatlah agar kamu mengetahuinya.”

Video yang dimainkan dan terlihat di monitor tersebut adalah rekaman kamera pengawas yang mengarah tepat ke sudut tempat perdagangan narkoba itu terjadi. Di sana, dinampakkan pula Mira yang awalnya datang sendiri, menodongkan pistol ke arah tersangka yang membuat mereka terkejut sehingga menjatuhkan barang yang baru saja diperjualbelikan.

Mira mengambil sebungkus kecil dari yang terjatuh terlihat memeriksa barang tersebut sebelum memasukkannya ke dalam saku dan kembali menodongkan pistol. Rekaman tanpa suara itu hanya menunjukkan gerakan yang jelas dari Mira, terlihat memerintah orang-orang itu dan mereka pun mengangkat tangan.

Mira terlihat terkejut seperti mendengar sesuatu dan memandang ke arah datangnya suara itu. Tidak lama setelahnya, rekan-rekan Mira yang lain datang tepat di belakangnya. Rian adalah salah satu dari mereka, dan dia pun mendekat. Mira mengisyaratkan dengan menunjuk kedua orang tersebut sehingga Rian bergerak untuk menahan mereka.

Mira kemudian beranjak pergi dari sana dan Riyadi menghentikan video tersebut di sana. “Sekarang, aku harap kamu baru saja melihat sudut pandang yang berbeda–baik secara harfiah–atas tindakan Mira. Setelah ini, kamu akan melihat siapa salah satu tersangka yang aku maksud dari awal.”

Riyadi memutar monitor ke arahnya dan bermain dengan tetikus juga papan ketik. Setelah beberapa saat, monitor dikembalikan sehingga Rian dapat melihatnya.

Video belum diputar, namun sudah menunjukkan seseorang yang mendekap dirinya sendiri. Rian terkejut ketika memandang layar dengan teliti dan menyadari siapa orang itu dari postur tubuhnya. “Amin?”

Rian memandang Riyadi tapi tidak dibalas karena Riyadi langsung menekan tombol di papan ketik untuk memutar video itu.

Amin terlihat berteduh di salah satu rumah dengan tubuhnya yang gemetar. Dia hanya mengelus tangannya di lengan untuk membuat badannya menjadi lebih hangat. Dari posisi dia berdiri, dia hanya mengintip ke suatu arah.

Amin dikejutkan dengan kedatangan Mira yang ketika bertemu langsung menarik tubuhnya dengan paksa. Video itu kembali dihentikan dan Rian terkejut dengan apa yang baru saja dia lihat.

Riyadi membalik monitor untuk mengatur kemudian sekali lagi mengarahkannya menghadap Rian.

Video yang akan diputar adalah sama dengan yang pertama. Video itu menunjukkan Mira yang membawa Amin ke arah Rian untuk berbisik kepadanya dan dia terus berjalan ke arah mobil. Video itu dihentikan di detik wajah Rian terlihat kamera dan monitor sekarang menuju Riyadi dengan posisi yang tetap.

Riyadi menghela napas sebentar. “Propam menemukan kebocoran dari salah satu bungkus plastik yang dijadikan barang bukti dan mereka menduga, itulah yang diambil Mira sebagaimana terlihat di video pertama.”

“Yang menjadi masalah dengan kecacatan tersebut, laporan dan rincian tentang kasus yang kami dapatkan sebelumnya mengenai perdagangan yang terjadi itu, kami telah mengetahui jumlah persis yang akan diperdagangkan sehingga tinggal perlu dibuktikan. Sayangnya, tindakan yang dilakukan Mira membuat laporan itu menjadi turut keliru dan membuat kasus ini menjadi memiliki celah yang bisa saja dijadikan pembela oleh pihak tersangka yang benar-benar bersalah.”

“Atas dasar segala tindakan buruk yang dilakukan Mira ditambah adanya bukti yang begitu kuat, mutasi adalah hukuman paling ringan yang bisa dia dapatkan setelah negosiasi yang dilakukan olehku dan Propam demi sidang kode etik sesuai dengan kesepakatan bersama. Mereka bahkan menganggap sekedar skors tidak akan cukup.”

“Asal kamu tahu, mereka sudah siap memberikan hukuman terberat, dipecat secara tidak hormat.”

Riyadi beristirahat dari berucap kemudian memandang Rian. “Kenapa kamu begitu terkejut?”

“Dia berbohong kepadaku.” Wajah Rian terlihat kecewa. “Bisikan yang Bapak lihat, saya akan memberitahukan apa itu.”

“Dia kabur, kutangkap,” ucap Rian dengan nada rendah seakan menyamakan dengan bisikan. “Begitulah Mira mengucapkannya kepada saya. Siapa menyangka dia akan melakukan tindakan seperti itu.”

“Apakah ada kasus yang saya lakukan hari ini?” Rian terdengar serius.

“Belum ada.”

Rian tetap berdiri dari kursi dengan tangan mengepal. “Kamu mau pergi lagi?” tanya Riyadi mencegat.

“Aku harus menemui Mira. Dia harus menjelaskan segalanya.” Riyadi mengangguk dan menunjuk pintu dengan tangannya. Rian pun menunduk kemudian meninggalkan ruangan tersebut.

Tidak lama setelah Rian keluar dari ruangan, Riyadi tersadar, “Tunggu, bagaimana dia tahu rumah Mira?”

“Aku tidak mau berpikir macam-macam, tapi bisa saja ada hubungan di antara mereka.” Riyadi memandang kembali monitor yang menampilkan video terhenti itu. Dia memperhatikan wajah Rian di dalam video. “Apakah itu alasan sebenarnya dia tersenyum mendengar bisikan dari Mira?”

“Aku harus bertanya dengan mereka yang mungkin lebih mengetahui hal ini.”

Komentar