arrow_back

IF

arrow_forward

Sabtu, 12 Februari – Sepekan telah berlalu sejak kasus terakhir. Misi Idris telah tercapai, dia berhasil bertemu dengan orang-orang yang pernah dia lihat sebelumnya di Markas Kepolisian Resor Kota Cahaya yang ternyata masih mengenalnya. Sementara itu, Firdaus juga mendapatkan mobil pribadinya kembali setelah beberapa proses yang cukup lama.

“Apakah kamu tidak akan bilang bahwa dia pelakunya? Sedangkan kamu sendiri bersamanya untuk waktu yang lama?” Idris duduk bersandar di kursinya. Melihat layar komputer sambil membaca beberapa koran.

“Apa maksudmu?” Kali ini, ruangan itu telah memiliki satu kursi tambahan sehingga Firdaus tidak harus selalu berdiri seperti dahulu lagi. Mereka berdua hanya berpakaian sederhana, tetapi pembicaraannya mengarah kepada topik yang sangat berat, bahkan membuat Firdaus kebingungan sehingga melontarkan pertanyaan barusan.

“Dokter Ika Pratiwi.” Idris hanya bisa tertawa kecil, yang sudah memiliki makna banyak, dimana salah satunya adalah kekecewaan dan pasrah apa yang akan terjadi ke depannya.

“Aku akan menjelaskannya padamu.” Sepertinya monitor yang ada di ruangan itu telah diganti, sehingga bisa diputar menghadap Firdaus. “Masih ingat ini? Aku membaca di buku harian, dulu kamu sering memindai kode QR dan mengarah ke sini?”

“Winter Flower….” Firdaus menjawab dengan suara rendah sambil menunduk.

“Teknologi dulu sudah cukup canggih, salah satunya, adanya arsip dari situs yang sekarang sudah menghilang ini. Aku yakin, kamu lebih ingat beberapa tahun yang lalu ketika mereka melakukan pembubaran sekaligus menutup situs mereka. Aku lebih heran, bagaimana mereka bisa mematuhi janji mereka dan tidak lama kemudian, situs web itu tidak bisa diakses lagi.”

“Sekarang, dengan arsip ini, kita bisa melihatnya. Selama waktu dulu, kita hanya selalu memeriksa halaman pertamanya. Atau halaman yang diarahkan oleh mereka dari kode QR itu. Tapi kita tidak pernah melihat halaman web ini dengan teliti.”

“Kejutan untukmu, karena Dokter Ika Pratiwi sebenarnya pernah tergabung dengan mereka.” Bagian halaman yang nampaknya lebih kuno, dengan desain tidak sebagus yang pernah mereka lihat sebelumnya. Tapi Idris telah menyampaikannya, berbeda dengan dulu yang bahkan menyediakan model 3D yang bisa diputar, ini hanya foto, nama, dan jabatan mereka. “Saat itu, mereka masih bernama Hamamelis mollis. Dan kita benar-benar tahu dari nama mereka, hama. Sungguhan mengganggu semuanya.”

“Melihat jabatannya, dia memegang Ketua Tim Kesehatan. Fakta yang kita dapatkan sebelumnya, Winter Flower juga membawahi sebuah pabrik farmasi. Kamu menemukan pabriknya lebih dulu dariku, tepat di bawah rumah ini. Aku sedikit memiliki kecurigaan, bahwa dia juga membantu dalam proses peracikan obat itu.”

Firdaus mendengarkan betul pembicaraan Idris, tapi dia tidak bisa menahan rasa penasaran dan menanyakan satu hal. “Tapi, bagaimana kamu tahu semua ini?”

“Sebelumnya, aku memeriksa kamera dasbor mobilmu. Pakaian putih adalah hal pertama yang kulihat ketika kamu keluar dari mobil untuk menolong seseorang yang sebenarnya pura-pura jatuh.” Firdaus terkejut mendengarnya. “Ya, kamu masuk jebakan. Pukulan ke kepala itu cukup keras bukan? Aku masih heran sampai sekarang kenapa semua penjahat yang kita temui selama ini, cukup banyak pula yang mengincar kepala korbannya.”

“Lucunya, aku heran dengan diriku sendiri, kenapa memiliki firasat bahwa pakaian putih itu berkaitan dengan Lily. Apalagi sebelum kita pergi, kita sempat bertemu dengannya, menggunakan pakaian yang sama. Aku hanya berpikir, itu adalah satu-satunya alasan.”

“Dan kamu benar. Sepertinya Dokter Ika juga terus menguntit Lily, dan mengetahui perlakuan masyarakat Kota Dingin kepadanya, tapi malah hanya menggunakan penjara itu untuk mengurung orang lagi.”

Keheningan terjadi sejenak, sebelum Idris mengganti topik. “Oh ya, pekan sebelumnya kita bertemu dengan seseorang dari Laboratorium Forensik yang tinggal di Kota Dingin bernama Adelia, bukan?” Firdaus menjawabnya dengan anggukan.

“Rasa penasaran memicuku untuk bertanya banyak hal padanya dan uniknya, dia pernah bekerja bersama Ika di RSUD Sukamawar.” Firdaus kembali mendengarkan saja.

“Aku juga meminta bantuannya untuk mengakses berkas laporan untuk apapun yang dilakukan Ika Pratiwi. Jadi, kami menyempatkan untuk ke RSUD Sukamawar lagi. Aku memohon maaf untuk tidak mengajakmu kali ini, mengingat kamu sangat mempunyai kesibukan sekarang sebagai seorang polisi sungguhan bukan?” Firdaus hanya tersenyum.

“Pertama, aku mendapatkan fakta menarik mengenai latar belakangnya. Sebelum masuk fakultas kedokteran di universitas, dia rupanya sekolah di SMU Harapan. Kemudian, setelah lulus, dia langsung ditugaskan di RSUD Sukamawar.”

Idris memandang ke meja. “Oh ya. Satu lagi.” Pandangannya kembali mengarah kepada Firdaus. “Tebak kemana Melinda harus dilarikan saat dulu ingin melahirkan Lily? RSUD Sukamawar.”

Firdaus nampaknya lebih terkejut mendengar hal ini. “Sampai sekarang, Kota Dingin yang cukup kecil itu, tidak memiliki rumah sakit. RSUD Kota Harapan saat itu katanya masih baru dibangun juga, jadi tentu saja belum digunakan.”

“Perjalanan akan lebih panjang, jika mereka harus menggunakan kereta bawah tanah yang saat itu satu-satunya transportasi sebelum adanya jalan yang sekarang mempermudah semuanya, hanya dengan atas jalan saja.”

“Apakah kamu bingung, apa hubungannya dengan Lily?” Firdaus mengangguk pelan. “Inilah yang ingin kuberitahukan. Setelah kesuksesan darurat sebelumnya ketika kita dilahirkan dan itu berhasil, nampaknya pihak rumah sakit memberi kepercayaan yang terlalu banyak untuk Ika dan mempercayakan kepadanya untuk membantu proses kelahiran Lily.”

“Akhir dari pembicaraan ini, mengarah kepada satu hal, Firdaus. Kita pasti akan berpisah lagi. Sebuah perisai atau bahkan baju zirah pun, tidak akan bertahan lama dan pasti akan hancur.” Senyuman kecil ditunjukkan Idris. “Apa yang kita tahu, itu akan lebih sakit daripada sebelumnya untukku, sehingga aku mengucapkannya agar kamu lebih siap kali ini.”

“Tidak. Idris, jangan ucapkan itu.” Suara Firdaus terdengar bergetar.

“Berdasarkan perhitunganku, setelah membaca dan melihat eksperimen transplantasi otak yang dilakukan dokter syaraf lain entah itu kepada seekor hewan bahkan seorang manusia, ada waktu yang cukup lama. Yang jelas dari hasilnya, aku telah lulus dari Paket C saat itu.”

“Aku berharap, jika kamu benar-benar tidak mau membeli atau bahkan sekadar menyewa rumah di Kota Cahaya nanti, sebagaimana kamu bersikeras selama ini, kamu berani memasuki rumah ini, tidak seperti saat itu,” Idris menyindir, “dan tinggal di rumah ini, karena kamu sudah tahu, ini sebenarnya rumah kita dan kita, ya, kita, pernah tinggal bersama di rumah ini.”

“Apa lagi?” Idris mencoba mengingat sambil mengetuk jarinya di atas meja. “Ibu sudah tahu itu. Aku menyempatkan waktu untuk mengunjunginya dan mencoba untuk menceritakan segalanya. Dia nampaknya mulai mengalami stres berat lagi dan tanda-tanda yang pernah dia alami sebelumnya muncul kembali. Ringkasnya, dia seperti tidak peduli, padahal aku sudah jadi diriku sendiri.”

Firdaus terlihat bingung. “Aku berniat untuk menjadi dirimu, kebetulan menemukan pakaian yang mirip di lemari pakaian, dan berharap adanya tanggapan yang berbeda.”

Firdaus berpikir sejenak. “Bagaimana jika aku meminta perpindahan dari Kota Cahaya ke Kota Sukamawar saja?”

Tepat setelah Firdaus usai mengucap pertanyaan itu, ponselnya berdering. “Kurasa tidak, karena tebakanku, itu dari mereka yang masih memerlukanmu di sana.” Dia berdiri sambil menjauh. “Kamu seharusnya tidak melepas seragammu. Itu membuatmu sendiri yang kesusahan.”

“Tidak mungkin.” Rasa terkejut atas apa yang didengarkan Firdaus diungkapkannya begitu saja setelah mendengar panggilan itu, kemudian memandang Idris. “Rita Gunarta, siswi SMU Harapan yang kamu ceritakan, itu adalah adik dari Dokter Ika.”

“Ya, aku sudah tahu itudari pemeriksaan berkas yang kuceritakan tadi. Apakah dia kabur? Jika ya, akupercayakan kepadamu untuk menangkapnya, dan memastikan semuanya kali ini.”

“Tidak. Dia ditemukan tewas di Kota Cahaya.”

[Bersambung]

Catatan Penulis (25/03/2022)

Ingatlah bahwa aku penulis Misteri/Thriller yang seharusnya sudah kalian ketahui stereotipnya. Aku hanya ingin memenuhi jalan cerita sesuai keinginanku kali ini. Tidak suka? Itu terserah kepadamu.

Komentar