Pagi 4 Ramadan.
Ini adalah hari keempat Rasyid membantu Fahreza untuk mengajari anak-anak mengaji di musala. Mereka yang berhadir pada hari itu dapat dihitung dengan jari. Fahreza menjelaskan bahwa santri di sana sebenarnya lebih banyak di luar bulan Ramadan.
Hampir semua anak telah selesai memberikan setoran mengaji dengan tajwid dan bacaan yang dijaga baik oleh Fahreza maupun Rasyid. Beberapa ada yang pulang lebih awal, tetapi ada satu orang yang masih tinggal di sana. Dia tidak hanya membawa buku catatan setoran, namun juga sebuah buku tulis.
“Kak, apakah Kakak bisa bantu?” Dia meminta tolong kepada Rasyid.
“Besok, aku sekolah dan ini harus dikumpul.” Buku tulis yang dia bawa, dia buka dan tunjukkan kepada Rasyid.
“Sekolah tidak libur?” Rasyid bertanya.
“Hanya empat hari pertama Ramadan. Mulai besok, kami harus ke sekolah selama beberapa hari sebelum libur lagi. Kata guru, mengejar ketertinggalan, ada materi yang belum sempat diajarkan.”
Rasyid melihat sekilas isi buku tulis dan melihat gambar segitiga beserta pertanyaan di bawahnya. “Teorema Phytagoras,” ucap Rasyid.
“Fahreza,” Rasyid memanggil Fahreza. Fahreza pun menghampiri. “Kamu jago beginian kan?”
“Maaf baru ke sini, Azka. Tadi ada yang dibicarakan dahulu dengan warga di luar.” Fahreza kemudian duduk di depan rekal anak itu.
“Sepertinya kamu mengajarinya ini juga,” singgung Rasyid.
“Begitulah,” sahut Fahreza singkat sambil tersenyum.
“Sejak kapan kamu mengajari anak-anak itu pelajaran umum, dan apakah hanya dia?” Rasyid bertanya kepada Fahreza dalam perjalanan pulang.
“Untuk sementara ini, hanya Azka seorang yang menghampiriku dan meminta diajari. Aku percaya itu inisiatifnya sendiri dan bagus saja untuk dituruti. Toh, aku memang bisa mengajarinya pelajaran itu juga. Kalau tidak bisa, ya, akan aku katakan tidak bisa.”
“Tapi sepertinya kamu melakukan semua ini tanpa dibayar.”
“Masih banyak orang baik yang memberikan aku segala macam hal.”