arrow_back

Ramadan di Kampung

arrow_forward

Siang 5 Ramadan.

Rasyid menemui Fahreza siang itu untuk berbicara dengannya. Teras rumah Fahreza menjadi tempat duduk mereka di atas kursi memandang jalan setapak yang sering dilalui.

“Aku ingin menebak apa yang kamu lakukan tadi pagi.” Fahreza terlihat bingung mendengar pernyataan Rasyid.

“Kemarin, saat Azka memanggilku dan kamu memberitahu kami bahwa sedang berbicara, tebakanku itu adalah pihak sekolah, SDN Cendekiasari. Mereka memberikan undangan kepadamu secara langsung untuk mengisi pesantren kilat yang diadakan di sana.”

“Bagaimana kamu tahu itu?”

“Maafkan aku mengikutimu.”

“Kalau begitu, aku juga ingin bertanya kepadamu, Rasyid,” tutur Fahreza balik.

“Engkau sudah mengetahui keadaanku dan dapat melihatnya sekarang. Aku belum memiliki keberuntungan sebagaimana dirimu sehingga hanya tinggal di sini saja. Kamu berada di perantauan selama beberapa tahun terakhir dan tahun ini kamu baru ke sini.”

“Bagaimana pengalamanmu di sana, terutama di bulan Ramadan seperti sekarang ini?” Fahreza bertanya dengan nada penasaran.

“Perbedaannya terlalu jauh karena di sana dapat dikatakan bahwa aku hanya sendirian. Alarm ponsel yang membangunkan tidur untuk sahur.”

“Bahkan pernah sekali mepet waktu sahur ketika mematikan alarm tetapi malah tertidur lagi. Aku rasa hanya makan kurma sisa berbuka sehari sebelumnya, kemudian minum air, dan azan subuh pun berkumandang tepat setelah selesai ditelan semuanya.”

“Seandainya itu terjadi di sini, masih ada ibu dan ayah yang tetap memperlakukan diriku sebagai anak mereka. Meski terbangun sendiri pun, mereka tidak akan membiarkanku terlambat dan memastikan aku sudah berada di ruang makan pada waktunya.”

“Perbedaan besar itu lebih terasa dengan kehangatan semua orang yang menyapa. Tetanggamu bahkan menyapaku sebelumnya dan berkata bahwa dia sudah lama tidak melihatku.”

“Berbicara tentang tetanggaku, aku telah menerima pemberianmu sore itu yang beliau serahkan. Terima kasih atas hal tersebut. Sore ini, In sya Allah, aku kembalikan rantangnya.”

Komentar