Malam 6 Ramadan menuju 7 Ramadan.
Layar televisi menjadi fokus perhatian Rasyid yang duduk di sofa. Dia menonton program “Kisah Dunia” pada malam seusai tarawih itu, yang membahas tentang sebuah perayaan di malam hari menjelang Idulfitri. Dengan secangkir teh di hadapan, Rasyid menyesapnya sesekali.
Isu tentang acara tersebut sebenarnya hanya imajinasi pengarang bukan fakta historis sebenarnya tidak luput dari telinga Rasyid, namun cara mereka menunjukkan tentang tradisi itu membuat Rasyid terpesona. Minat Rasyid dalam cerita sejarah seakan terpuaskan dengan tayangan tersebut.
Sebuah topik hangat yang belum pernah dibahas sebelumnya, diangkat sebagai sebuah cerita pada malam itu. Chand Raat namanya, sebuah perayaan yang diadakan di Asia Selatan untuk menyambut kedatangan Idulfitri. “Kisah Dunia” seakan membawa Rasyid berada dan ikut dalam perayaan tersebut.
Saat iklan mengisi layar, Rasyid menoleh kepada ibunya yang lewat di belakang, “Ibu, apa Ibu pikir tentang acara ini? Apakah Chand Raat memang ada dan dilaksanakan seperti yang ditampilkan?”
Ibunya dengan wajah yang agak mengantuk, menyahut dengan suara pelan. “Ibu tidak tahu tentang hal itu. Namanya pun terdengar sangat asing di telinga.”
“Kampung ini memiliki perayaan sejenis, tetapi di sini untuk menyambut datangnya Ramadan. Untuk datangnya Idulfitri, apakah ada tradisi semacam itu?”
“Sama saja seperti menyambut Ramadan. Bedanya pada nyanyian, yang diubah menjadi takbiran. Para warga akan berkeliling desa juga.”
“Memang setiap daerah memiliki tradisi masing-masing rupanya. Ingatkan aku untuk ikut apabila para warga mengadakan acara itu tahun ini. Saat menyambut Ramadan, aku tiba di sini setelah masyarakat selesai mengadakannya. Nanti, saat menyambut Idulfitri, aku ingin merasakannya juga.”
“Itu untuk nanti. Malam ini, kamu lekaslah tidur, nanti terlambat bangun kalau tidak.”